Kamis, 31 Mei 2012

4 Kasus Heboh Anggota TNI Selama Dua Bulan Terakhir


 
Jakarta Dalam dua bulan terakhir, TNI menjadi sorotan. Bukan karena urusan militer atau perang, namun akibat kelakuan beberapa oknum yang terlibat masalah. Apa saja?

Dalam catatan detikcom, sedikitnya ada empat kasus yang melibatkan anggota TNI. Kasusnya bervariasi, mulai dari sikap arogan anggota TNI di jalanan hingga kasus narkoba.

Direktur Operasional Imparsial, Bhatara Ibnu Reza, juga mempunyai data serupa. Menurut dia, telah terjadi peningkatan kasus anggota TNI dalam dua bulan terakhir.

"Untuk 2 bulan belakang ini kasus penyelewangan oknum TNI semakin marak terjadi," tuturnya usai acara diskusi di Jakarta, Kamis (31/5).

Berikut keempat kasus tersebut:

1. Koboi Palmerah

Pada awal Mei 2012 lalu, seorang anggota TNI berpangkat kapten tertangkap kamera saat memaki-maki pemotor. Dia juga terlihat melayangkan pukulan dan mengacungkan pistol. Rekaman video itu kemudian diunggah di Youtube dengan judul 'Koboy Palmerah' karena lokasi kejadiannya berada di Palmerah, Jakarta Barat.

Belakangan diketahui anggota TNI yang di video tersebut bernama Kapten Arluthfi. Sementara si pemotor berinisial S. Menurut pihak TNI, keduanya sudah berdamai. Sedangkan Kapten Arluthfi, menurut panglima TNI, sudah diberi sanksi.

2. Anggota Bais Terlibat Narkoba

Anggota Primer Koperasi Kalta milik Bais TNI Serma A terlibat kasus penyelundupan 1,5 juta ekstasi asal China. Dia ditangkap petugas dari Badan Narkotika Nasional (BNN) di Pelabuhan Tanjung Priok. Oknum TNI tersebut terancam dipecat. Penangkapan digelar pada hari Senin 28 Mei. Saat itu, BNN menangkap 8 Orang, termasuk sang oknum TNI.

3. Aksi Marinir di 'Pondok Maksiat'

Pada Selasa (29/5), Satpol PP dan warga tengah menertibkan bangunan liar yang diduga bangunan tempat mesum atau 'pondok maksiat' di Padang, Sumatera Barat. Penertiban 'pondok maksiat' di Padang, Sumbar, pada Selasa (29/5), ricuh karena ada anggota Marinir yang memiliki warung di lokasi.

Tidak terima dengan penertiban itu, sang marinir dan kawan-kawannya lalu melabrak wartawan dan merampas memory card, kamera, dan lain-lain. Kini, 11 anggota Marinir yang terlibat sudah ditahan.

4. Geng Pita Kuning

Pada awal April lalu, terjadi serangkaian pengeroyokan terhadap warga sipil di kawasan Jakarta Utara dan Jakarta Pusat. Pelakunya, diduga puluhan oknum TNI yang berusaha membalas dendam atas kematian Kelasi Arifin Siri yang tewas dikeroyok geng motor di Jalan Benyamin Sueb, Jakarta Pusat.

Geng yang beraksi membabi buta itu mengenakan pita kuning di lengan. Hasil penyelidikan sementara, ada 4 oknum anggota TNI AD yang ditangkap. Sementara untuk pelaku lainnya belum ada perkembangan.
Source

FDR Sukhoi ditemukan dalam kondisi baik




Jakarta (ANTARA News) - Perekam data penerbangan (Flight Data Recorder/FDR) pesawat Sukhoi Superjet 100 yang jatuh di Gunung Salak Bogor ditemukan dalam kondisi baik, tidak seperti perekam suara kokpit (Cockpit Voice Recorder/CVR) yang sebelumnya ditemukan dalam keadaan hangus.

"Saya yakin FDR ini dalam kondisi bagus, karena CVR yang kita temukan kemarin meskipun hangus terbakar tapi datanya masih bisa dibaca," kata Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Tatang Kurniadi di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta, Kamis.

Tatang mengatakan KNKT akan mengunduh data dari FDR yang ditemukan dan menganalisis data-data dari bagian kotak hitam pesawat yang antara lain meliputi kecepatan dan ketinggian terbang pesawat.

Ia menambahkan, pembukaan FDR hanya membutuhhan waktu tiga sampai empat jam tapi analisis data dalam alat yang merekan data penerbangan selama 20 jam itu membutuhkan waktu lama.

Source

Selasa, 29 Mei 2012

Rokok Diperkirakan "Bunuh" 300.000 Orang Per Tahun


KOMPAS.com - Rokok sebagai salah satu "mesin pembunuh" diperkirakan telah menyebabkan kematian 300.000 orang per tahun di Indonesia, sedangkan di dunia diperkirakan jumlah itu meningkat menjadi 5,4 juta kematian per tahun atau 1 kematian tiap 6,5 detik.

"Lebih dari 80 persen perokok ada di negara sedang berkembang seperti Indonesia. Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2010 menunjukkan prevalensi perokok adalah sebesar 34,7 persen," ujar Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Ekowati Rahajeng di Jakarta, seperti dilansir Antara, Selasa (29/5/2012).

Rokok yang setiap batangnya mengandung lebih dari 4.000 jenis racun merupakan faktor risiko dari berbagai penyakit, di mana nikotin diketahui berkontribusi terhadap kanker paru-paru, hipertensi, penyakit jantung dan pembuluh darah, infertilitas pria, dan juga terhadap terjadinya disfungsi ereksi.

Prevalensi perokok di Indonesia sendiri tidak banyak berubah dari data Riskesdas tahun 2007 yang mencatat prevalensi perokok sebesar 33,4 persen. Namun, perhatian besar diberikan terhadap meningkatnya jumlah perokok remaja seperti dalam survei yang dilakukan Global Youth Tobacco Survey 2009 yang menunjukkan bahwa 20,3 persen pelajar SMP sudah merokok.

Dibandingkan dengan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1995, jumlah perokok remaja naik lebih dari dua kali lipat dimana peningkatan perokok pada remaja perempuan meningkat lebih pesat dibandingkan perokok remaja perempuan.

Jumlah perokok anak juga naik enam kali lipat dalam 12 tahun yaitu 71.126 anak pada 1995 menjadi 426.214 anak pada 2007.  Pemerintah, disebut Ekowati telah mengeluarkan kebijakan pengendalian rokok di Indonesia antara lain melalui UU No.36/2009 tentang Kesehatan.

"Di UU Kesehatan, pasal 113 mengatur mengenai pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif dan pasal 114 tentang peringatan kesehatan dan pasal 115 mengenai kawasan tanpa rokok," kata Ekowati merinci.

Namun peraturan pemerintah pendukungnya yaitu RPP Pengendalian Dampak Produk Tembakau yang telah dibahas sejak munculnya UU tersebut hingga kini belum juga disahkan oleh Presiden.
Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan Asril Rusli sebelumnya mengatakan RPP tersebut telah selesai pembahasannya dan tinggal menunggu disahkan, bahkan telah diagendakan dalam rapat terbatas kabinet dengan presiden namun belum juga disahkan.
Source

Pria Berkaos 'I Love Bali' Terekam CCTV Bandara Cengkareng Embat BB

Jakarta Awasilah selalu barang-barang Anda selama berada di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Seorang penumpang pesawat kehilangan BlackBerry Curve di bandara internasional. Syukurlah pencurian ini terungkap karena pelakunya terekam CCTV di Terminal 1 C.

Peristiwa ini terjadi Selasa (29/5) sekitar pukul 09.00 WIB. Saat itu Zulkifli, warga Palu, kehilangan BlackBerry. Dia sadar kehilangan HP itu saat pemeriksaan X-Ray terakhir di Terminal 1 C. Zulkifli melaporkan kehilangan itu ke petugas keamanan setempat.

Petugas lantas memeriksa rekamaan CCTV yang ada di Bandara. Ternyata HP-nya diembat oleh seseorang yang mengenakan kaos bertuliskan 'I Love Bali'. Petugas keamanan selanjutnya menunggu di pintu keluar keberangkatan Terminal 1 C untuk mencegat pengutil itu. Saat pria itu muncul, petugas memeriksanya.

Humas Polda Metro Jaya, Rabu (30/5/2012) menyatakan, pelaku pencurian dan barang bukti BlackBerry Curve diserahkan ke Polresta Bandara Soekarno-Hatta untuk proses penyidikan selanjutnya.

Senin, 28 Mei 2012

Anak-anak Cenderung Meniru Adegan di Televisi


 

Adit (5 tahun) asyik menonton film kartun yang ditayangkan sebuah stasiun televisi. Ketika si "jagoan" di film itu berhasil memukul lawannya sampai terkapar, balita itu bersorak senang, sementara pengasuh yang mendampinginya, sibuk menulis layanan pesan singkat (sms).
Setiap hari berbagai stasiun televisi menanyangkan film dan sinetron yang penuh dengan adegan kekerasan dan mistik, juga liputan bencana alam, kerusuhan, aksi teroris, penculikan, kriminalitas atau kejahatan mengerikan yang ditonton oleh keluarga termasuk anak-anak.
Hasil kajian Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia, misalnya mencatat, rata-rata anak usia sekolah dasar menonton televisi antara 30-35 jam setiap minggu.
Artinya pada hari-hari biasa mereka menonton tayangan televisi lebih dari 4-5 jam sehari. Sementara di hari Minggu bisa 7-8 jam. Jika rata-rata empat jam sehari, berarti setahun sekitar 1.400 jam, atau 18.000 jam sampai seorang anak lulus SLTA.
Padahal waktu yang dilewatkan anak-anak mulai dari TK sampai SLTA hanya 13.000 jam. Ini berarti anak-anak meluangkan lebih banyak waktu untuk menonton televisi daripada untuk kegiatan apa pun, kecuali tidur.
Lebih parah lagi, kebanyakan orangtua tidak menyadari dampak kebebasan media yang kurang baik terhadap anak-anak.
Indikasi demikian terlihat dari tidak diawasinya  anak-anak dengan baik saat menonton televisi meski di layar diterakan kata-kata dengan bimbingan orangtua (BO), dewasa (DW) dan remaja (R).
Memang tidak semua program televisi berdampak buruk bagi anak-anak. Ada juga tayangan yang punya sisi baik, misalnya acara pendidikan.
Banyak informasi bisa diserap dari televisi yang tidak didapat dari tempat lain. Namun, di sisi lain banyak juga acara  televisi yang bisa berdampak buruk terhadap anak-anak.
Hasil penelitian menyimpulkan, sebagai media audio visual, televisi mampu merebut 94 persen saluran masuknya pesan-pesan atau informasi ke dalam jiwa manusia yaitu lewat mata dan telinga.
TV mampu membuat orang pada umumnya mengingat 50 persen dari apa yang mereka lihat dan dengar di layar, walaupun hanya sekali ditayangkan.
Pada anak-anak yang umumnya selalu meniru apa yang mereka lihat, tidak tertutup kemungkinan perilaku dan sikap mereka akan meniru kekerasan yang ditayangkan di televisi yang mereka tonton.
Tampaknya pesan jelas bagi para orang tua yang disampaikan Dewan Media Anak-anak Australia (ACCM) patut dicontoh - matikan televisi yang menayangkan berita kekerasan/bencana secara terus menerus.
Dewan itu mengingatkan para orang tua bahwa anak-anak dapat menjadi sangat cemas dan tertekan jika mereka berulang kali menonton beberapa cuplikan dramatis yang ditampilkan di televisi dan program berita terkini.
Menurut Rita Princi, psikolog anak dan anggota ACCM, anak-anak terutama di bawah usia 10 tahun, sangat rentan terhadap rekaman yang mereka lihat dan cerita yang mereka dengar.
"Sehubungan dengan tayangan tentang bencana alam yang banyak terjadi, dapat dimengerti bahwa anak-anak mulai merasa tidak aman. Sudah saatnya bagi orangtua untuk  mematikan televisi untuk anak-anak," katanya.
Orang tua menurut dia, adalah orang dewasa dan perlu membuat pilihan tepat untuk memastikan anak-anak mereka merasa aman.
"Kita bertanggung jawab agar anak-anak tidak dibombardir dengan informasi terus-menerus bahwa dunia adalah tempat yang tidak aman. Gempa bumi, tsunami dan banjir bukan satu-satunya yang terjadi di dunia ini," katanya.
Menurut seorang pengamat anak-anak Dra. Mazdalifah, Ph.D, tayangan kekerasan adalah yang menampilkan adegan kekerasan dari tingkat ringan seperti kata-kata kasar, makian, cacian, sampai ke tingkat berat seperti adegan membunuh.
Hampir semua stasiun televisi di Indonesia menampilkan adegan kekerasan sebagai menu utamanya.
Anak-anak meniru
Hasil pengamatan Mazdalifah menunjukkan  anak-anak balita  telah melakukan beberapa peniruan terhadap apa yang telah mereka tonton di televisi.
Hal itu  mereka lakukan, karena hampir setiap hari menyaksikan bermacam adegan, termasuk di dalamnya kekerasan.
"Saat ini banyak stasiun televisi yang menayangkan sinetron, pada jam utama yang banyak bermuatan kekerasan, baik dalam bentuk kekerasan ringan seperti, ucapan kasar maupun kkerasan berat seperti tindakan membunuh," katanya.
Secara sederhana, katanya,  bentuk peniruan yang dilakukan anak-anak adalah ucapan kasar dalam permainan dengan teman sebaya.
Atau mereka menendang, memukul, mendorong, saat bermain dengan temannya. Televisi mendorong anak meniru dan melakukan tindakan menyerang.
Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait mengatakan sangat banyak adegan yang tak pantas dilihat anak-anak itu dalam berbagai sinetron, berita atau tayangan reka ulang kasus pembunuhan yang ditayangkan televisi.
Banyak orangtua yang datang ke Komnas PA dengan kasus anaknya mencoba bunuh diri mengatakan, anak-anaknya sering nonton berbagai tayangan kekerasan di televisi tanpa pengawasan atau bimbingan orangtua.
"Padahal, anak-anak kan belum bisa menilai mana yang baik dan buruk. Ibaratnya mereka itu seperti kertas putih yang bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor. Mulai faktor keluarga dan lingkungan," ujarnya.
Komnas  PA juga menyebutkan, berdasarkan penelitian dari tahun 2006 hingga akhir 2009,  terungkap sebanyak 68 persen tayangan di 13 stasiun televisi mayoritas mengandung kekerasan.
"Tidak ada pilihan (tayangan) buat anak.  KPI lemah karena mandatnya lemah. Dia hanya bisa memberi sanksi administrasi," katanya.
Memang televisi bisa berdampak kurang baik bagi anak-anak, tetapi melarang mereka sepenuhnya untuk menonton televisi juga tidak tepat.Yang lebih bijaksana menurut Ketua Komnas PA adalah mengontrol tayangan televisi bagi anak-anak.
"Setidaknya anak-anak diberi pemahaman tayangan mana yang bisa mereka tonton dan mana yang tidak boleh. Orangtua perlu mendampingi anak-anaknya saat menonton televisi. Selain membangun komunikasi dengan anak, hal ini bisa mengurangi dampak negatif televisi bagi anak. Kebiasaan secara sehat ini mesti dimulai sejak usia dini," katanya.
Di lain pihak, pengelola program tayangan televisi pun punya tanggungjawab untuk melakukan penyaringan acara-acara yang seronok, apalagi tayangan-tayangan iklan dengan menampilkan kemulusan kulit perempuan yang bisa disebut 70 persen sudah telanjang.
Tentang kewenangan KPI yang katanya berperan sebagai lembaga pengontrol program tayangan televisi, dia mempertanyakan sudah seberapa banyak tayangan televisi yang berhasil dihentikan karena tidak sesuai dengan aturan dan budaya Indonesia.
Pakar komunikasi Undip Triyono Lukmantoro mengatakan, aksi kekerasan yang ditayangkan di televisi sebaiknya jangan dipertontonkan secara eksesif.
Dia mendukung langkah Dewan Pers yang kemudian meminta stasiun-stasiun televisi untuk menstop menyiarkan peristiwa kekerasan.
"Media televisi memiliki kekuatan visualisasi luar biasa yang bisa memengaruhi penonton untuk meniru apa yang ditayangkan. Apalagi, jika penontonnya adalah kalangan anak-anak," katanya.
Menyikapi tayangan aksi kekerasan di televisi, dia berpendapat, seharusnya yang paling berperan aktif adalah KPI atau KPID. Mereka harus bersikap ketika melihat televisi yang eksesif menyiarkan aksi kekerasan.
Pendapat Triyono agaknya patut disimak, KPI dan KPID harus lebih responsif dalam mengawasi program siaran lembaga penyiaran dan jangan menunggu pengaduan dari masyarakat, sekaligus mengantisipasi ditayangkannya aksi kekerasan secara eksesif.
Ke depan, perlu ada pengawasan lebih ketat terhadap tayangan televisi, terutama yang berbau kekerasan dan seksualitas.
Source

Mobil Plat Merah Serobot Antrean



ENDE,KOMPAS.com - Mobil Suzuki APV berplat merah EB 983A menyerobot antrean puluhan mobil di ruas jalan yang sedang diperbaiki di Desa Dile, Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, Selasa (29/5/2012), sekitar pukul 09.45 WITA. Tindakan itu membuat kesal para pengendara yang sudah yang sudah lama menunggu giliran. Berdasarkan pemantauan, ruas jalan utama antara Ende-Maumere itu ditutup palang bambu karena ada tebing yang dilongsorkan untuk melebarkan jalan.
Berbagai kendaraan dari arah Ende maupun Maumere pun antre sekitar 20 menit dengan tertib sambil menunggu reruntuhan longsor dibersihkan. Kami pun ikut antrean dari arah Ende. Tiba-tiba, sebuah mobil Suzuki APV warna silver berplat merah EB 983A, yang tiba belakangan dari arah Ende, menyerobot ke depan dan mengambil jalur kanan.
Seorang pengendara sempat memperingatkan mobil yang nyelonong itu. Apalagi, mobil itu merupakan kendaraan dinas yang dinaiki beberapa orang berpakain coklat gading PNS. "Masak mobil mobil plat merah tak mau antre. Memalukan dong!" kata seorang pengendara itu.
Sopir mobil plat merah itu berjanji untuk tidak memotong antrean. Ketika palang bambu dibuka, mobil itu tetap di jalur kanan sehingga mengganggu kendaraan dari arah Maumere yang dipersilakan jalan terlebih dahulu. Ketika kendaraan dari arah Ende di jalur kiri mendapat giliran jalan, mobil berplat merah itu ternyata tetap nekat menyerobot dan memotong jalur kendaraan yang sudah lama antre. Tindakan itu mengesalkan para pengendara yang menunggu giliran dengan tertib.
"Ternyata mobil berplat merah itu benar-benar memalukan!" kata salah seorang pengemudi mobil di dalam antrean. Mobil berplat merah itu tak memberi contoh yang baik. Padahal, mobil-mobil lain bersedia antre dengan tertib, seperti mobil Avanza plat hijau (dari TNI), mobil travel, mobil pribadi, dan motor.
Penumpang salah satu mobil antrean, Banovasius (64), mengungkapkan, jalur ini memang biasa ditutup setiap 20 menit untuk mengerjakan pelebaran jalan dengan memangkas tebing tanah di pinggir jalan. Antrean diperlukan agar lalu lintas berjalan lancar. Titik jalan yang sedang diperbaiki itu sekitar 25 kilometer dari pusat kota Ende.
Source